Selasa, 29 Mei 2018

Seseorang Janda Gersang Ngajak Ngentot di Warung Karna Handuknya LepasTante Ita

Tante Ita, Seseorang Janda Gersang Ngajak Ngentot di Warung Karna Handuknya LepasTante Ita, Seseorang Janda Gersang Ngajak Ngentot di Warung 





Namaku Otong (bukanlah nama sesungguhnya), aku bekerja di satu perusahaan cukup populer di Jawa Barat, di satu kota yang sejuk, serta saya tinggal (kost) di daerah perkampungan yang dekat dengan kantor. Di daerah itu populer dengan gadis-gadisnya yang cantik & manis. Aku serta rekan-rekan kost tiap-tiap pulang kantor senantiasa meluangkan diri untuk menggoda cewek-cewek yang seringkali lewat dimuka kost. 





Di samping kostku ada satu warung kecil tapi komplit, komplit dalam pengertian untuk keperluan keseharian, mulai dari sabun, sandal, gula, lombok, roti, permen, dll itu ada semuanya. Aku telah berlangganan dengan warung samping. Terkadang bila tengah tidak membawa uang atau waktu berbelanja uangnya kurang aku telah tidak sungkan-sungkan untuk hutang. 





Warung itu punya Ibu Ita (tapi aku menyebutnya Tante Ita), seseorang janda cerai beranak satu yang th. ini baru masuk TK 0 kecil. Warung Tante Ita buka pagi-pagi sekitaran jam lima, selalu tutupnya juga sekitaran jam sembilan malam. Warung itu dinantiin oleh Tante Ita sendiri serta keponakannya yang SMA, Krisna namanya. 





Seperti umumnya, sepulang kantor aku mandi, gunakan sarung selalu telah stand by dimuka TV, sembari bercakap dengan rekan-rekan kost. Aku bawa satu gelas kopi hangat, plus singkong goreng, tapi rasa-rasanya ada yang kurang.., apa ya..?, 





Oh ya rokok, tapi sesudah aku saksikan jam dinding telah tunjukkan jam 9 kurang 10 menit (malam), aku jadi sangsi, apa warung Tante Ita masih tetap buka ya..?, Ah.., aku cobalah saja kali-kali saja masih tetap buka. Oh, nyatanya warung Tante Ita belum juga tutup, tapi kok sepi.., “Mana yang jualan”, batinku. 





“Tante.., Tante.., Dik Krisna.., Dik Krisna”, lho kok kosong, warung ditinggal sepi begini, barangkali lupa nutup warung. 


Ah kucoba panggil sekali lagi, “Permisi.., Tante Ita?”.


“Oh ya.., tungguu”, Ada suara dari dalam. Wah jadi deh beli rokok akhirnya.


Yang keluar ternyata Tante Ita, hanya menggunakan handuk yang dililitkan di dada, jalan tergesa-gesa ke warung sambil mengucek-ngucek rambutnya yang kelihatannya baru selesai mandi juga habis keramas.


“Oh.., maaf Tante, Saya mau mengganggu nich.., Saya mo beli rokok gudang garam inter, lho Dik Krisna mana?


“O.., Krisna sedang dibawa ama kakeknya.., katanya kangen ama cucu.., maaf ya Mas Otong Tante pake’ pakaian kayak gini.. baru habis mandi sich”.


“Tidak apa-apa kok Tante, sekilas mataku melihat badan yang lain yang tidak terbungkus handuk.., putih mulus, seperti masih gadis-gadis, baru kali ini aku lihat sebagian besar tubuh Tante Ita, soalnya biasanya Tante Ita selalu pakai baju kebaya. Dan lagi aku baru sadar dengan hanya handuk yang dililitkan di atas dadanya berarti Tante Ita tidak memakai BH. Pikiran kotorku mulai kumat.


Malam gini kok belum tutup Tante..?


“Iya Mas Otong, ini juga Tante mau tutup, tapi mo pake’ pakaian dulu?


“Oh biar Saya bantu ya Tante, sementara Tante berpakaian”, kataku. Masuklah aku ke dalam warung, lalu menutup warung dengan rangkaian papan-papan.


“Wah ngerepoti Mas Otong kata Tante Ita.., sini biar Tante ikut bantu juga”. Warung sudah tertutup, kini aku pulang lewat belakang saja.


“Trimakasih lho Mas Otong..?”.


“Sama-sama..”kataku.


“Tante saya lewat belakang saja”.


Saat aku dan Tante Ita berpapasan di jalan antara rak-rak dagangan, badanku menubruk tante, tanpa diduga handuk penutup yang ujung handuk dilepit di dadanya terlepas, dan Tante Ita terlihat hanya mengenakan celana dalam merah muda saja. Tante Ita menjerit sambil secara reflek memelukku.


“Mas Otong.., tolong ambil handuk yang jatuh terus lilitkan di badan Tante”, kata tante dengan muka merah padam. Aku jongkok mengambil handuk tante yang jatuh, saat tanganku mengambil handuk, kini di depanku persis ada pemandangan yang sangat indah, celana dalam merah muda, dengan background hitam rambut-rambut halus di sekitar vaginanya yang tercium harum. Kemudian aku cepat-cepat berdiri sambil membalut tubuh tante dengan handuk yang jatuh tadi. Tapi ketika aku mau melilitkan handuk tanpa kusadari burungku yang sudah bangun sejak tadi menyentuh tante.


“Mas Otong.., burungnya bangun ya..?”.


“Iya Tante.., ah jadi malu Saya.., habis Saya lihat Tante seperti ini mana harum lagi, jadi nafsu Saya Tante..”.


“Ah tidak apa-apa kok Mas Otong itu wajar..”.


“Eh ngomong-ngomong Mas Otong kapan mo nikah..?”.


“Ah belum terpikir Tante..”.


“Yah.., kalau mo’ nikah harus siap lahir batin lho.., jangan kaya’ mantan suami Tante.., tidak bertanggung jawab kepada keluarga.., nah akibatnya sekarang Tante harus bersetatus janda. Gini tidak enaknya jadi janda, malu.., tapi ada yang lebih menyiksa Mas Otong.. kebutuhan batin..”.


“Oh ya Tante.., terus gimana caranya Tante memenuhi kebutuhan itu..”, tanyaku usil.


“Yah.., Tante tahan-tahan saja..”.


Kasihan.., batinku.., andaikan.., andaikan.., aku diijinkan biar memenuhi kebutuhan batin Tante Ita.., ough.., pikiranku tambah usil.


Waktu itu bentuk sarungku sudah berubah, agak kembung, rupanya tante juga memperhatikan.


“Mas Otong burungnya masih bangun ya..?”.


Aku cuma megangguk saja, terus sangat di luar dugaanku, tiba-tiba Tante Ita meraba burungku.


“Wow besar juga burungmu, Mas Otong.., burungnya sudah pernah ketemu sarangnya belom..?”.


“Belum..!!”, jawabku bohong sambil terus diraba turun naik, aku mulai merasakan kenikmatan yang sudah lama tidak pernah kurasakan.


“Mas.., boleh dong Tante ngeliatin burungmu bentarr saja..?”, belum sempat aku menjawab, Tante Ita sudah menarik sarungku, praktis tinggal celana dalamku yang tertinggal plus kaos oblong.


“Oh.., sampe’ keluar gini Mas..?”.


“Iya emang kalau burungku lagi bangun panjangnya suka melewati celana dalam, Aku sendiri tidak tahu persis berapa panjang burungku..?”, kataku sambil terus menikmati kocokan tangan Tante Ita.


“Wah.., Tante yakin, yang nanti jadi istri Mas Otong pasti bakal seneng dapet suami kaya Mas Otong..”, kata tante sambil terus mengocok burungku. Oughh.., nikmat sekali dikocok tante dengan tangannya yang halus kecil putih itu. Aku tanpa sadar terus mendesah nikmat, tanpa aku tahu, Tante Ita sudah melepaskan lagi handuk yang kulilitkan tadi, itu aku tahu karena burungku ternyata sudah digosok-gosokan diantara buah dadanya yang tidak terlalu besar itu.


“Ough.., Tante.., nikmat Tante.., ough..”, desahku sambil bersandar memegangi dinding rak dagangan, kali ini tante memasukkan burungku ke bibirnya yang kecil, dengan buasnya dia keluar-masukkan burungku di mulutnya sambil sekali-kali menyedot.., ough.., seperti terbang rasanya. Kadang-kadang juga dia sedot habis buah salak yang dua itu.., ough.., sesshh.


Aku kaget, tiba-tiba tante menghentikan kegiatannya, dia pegangi burungku sambil berjalan ke meja dagangan yang agak ke sudut, Tante Ita naik sambil nungging di atas meja membelakangiku, sebongkah pantat terpampang jelas di depanku kini.


“Mas Otong.., berbuatlah sesukamu.., cepet Mas.., cepet..!”.


Tanpa basa-basi lagi aku tarik celana dalamnya selutut.., woow.., pemandangan begini indah, vagina dengan bulu halus yang tidak terlalu banyak. Aku jadi tidak percaya kalau Tante Ita sudah punya anak, aku langsung saja mejilat vaginanya, harum, dan ada lendir asin yang begitu banyak keluar dari vaginanya. Aku lahap rakus vagina tante, aku mainkan lidahku di clitorisnya, sesekali aku masukkan lidahku ke lubang vaginanya.


“Ough Mas.., ough..”, desah tante sambil memegangi susunya sendiri.


“Terus Mas.., Maas..”, aku semakin keranjingan, terlebih lagi waktu aku masukkan lidahku ke dalam vaginanya, ada rasa hangat dan denyut-denyut kecil semakin membuatku gila.


Kemudian Tante Ita membalikkan badannya telentang di atas meja dengan kedua paha ditekuk ke atas.


“Ayo Mas Otong.., Tante sudah tidak tahan.., mana burungmu Mas.. burungmu sudah pengin ke sarangnya.., wowww.., Mas Otong.., burung Mas Otong kalau bangun dongak ke atas ya..?”. Aku hampir tidak dengar komentar Tante Ita soal burungku, aku melihat pemandangan demikian menantang, vagina dengan sedikit rambut lembut, dibasahi cairan harum asin demikian terlihat mengkilat, aku langsung tancapkan burungku dibibir vaginanya.


“Aughh..”, teriak tante.


“Kenapa Tante..?”, tanyaku kaget.


“Udahlah Mas.., teruskan.., teruskan..”, aku masukkan kepala burungku di vaginanya, sempit sekali.


“Tante.., sempit sekali Tante.?”.


“Tidak apa-apa Mas.., terus saja.., soalnya sudah lama sich Tante tidak ginian.., ntar juga nikmat..”.


Yah.., aku paksakan sedikit demi sedikit.., baru setengah dari burungku amblas.., Tante Ita sudah seperti cacing kepanasan gelepar ke sana ke mari.


“Augh.., Mas.., ouh.., Mas.., nikmat Mas.., terus Mas.., oughh..”.


Begitu juga aku.., walaupun burungku masuk ke vaginanya cuma setengah, tapi sedotannya oughh luar biasa.., nikmat sekali. Semakin lama gerakanku semakin cepat. Kali ini burungku sudah amblas dimakan vagina Tante Ita. Keringat mulai membasahi badanku dan badan Tante Ita. Tiba-tiba tante terduduk sambil memelukku, mencakarku.


“Oughh Mas.., ough.., luar biasa.., oughh.., Mas Otong..”, katanya sambil merem-melek.


“Kayaknya ini yang namanya orgasme.., ough..”, burungku tetap di vagina Tante Ita.


“Mas Otong sudah mau keluar ya..?”. Aku menggeleng. Kemudian Tante Ita telentang kembali, aku seperti kesetanan menggerakkan badaku maju mundur, aku melirik susunya yang bergelantungan karena gerakanku, aku menunduk dan kucium putingnya yang coklat kemerahan. Tante Ita semakin mendesah, “Ough.., Mas..”, tiba-tiba Tante Ita memelukku sedikit agak mencakar punggungku.


“Oughh Mas.., aku keluar lagi..”, kemudian dari kewanitaannya aku rasakan semakin licin dan semakin besar, tapi denyutannya semakin terasa, aku dibuat terbang rasanya. Ach rasanya aku sudah mau keluar, sambil terus goyang kutanya Tante Ita.


“Tante.., Aku keluarin dimana Tante..?, di dalam boleh nggak..?”.


“Terrsseerraah..”, desah Tante Ita. Ough.., aku percepat gerakanku, burungku berdenyut keras, ada sesuatu yang akan dimuntahkan oleh burungku. Akhirnya semua terasa enteng, badanku serasa terbang, ada kenikmatan yang sangat luar biasa. Akhirnya spermaku aku muntahkan dalam vagina Tante Ita, masih aku gerakkan badanku rupanya kali ini Tante Ita orgasme kembali, dia gigit dadaku.


“Mas Otong.., Mas Otong.., hebat Kamu Mas”.


Aku kembali kenakan celana dalam serta sarungku. Tante Ita masih tetap telanjang telentang di atas meja.


“Mas Otong.., kalau mau beli rokok lagi yah.., jam-jam begini saja ya.., nah kalau sudah tutup digedor saja.., tidak apa-apa.., malah kalau tidak digedor Tante jadi marah..”, kata tante menggodaku sambil memainkan puting dan clitorisnya yang masih nampak bengkak.


“Tante ingin Mas Otong sering bantuin Tante tutup warung”, kata tante sambil tersenyum genit. Lalu aku pulang.., baru terasa lemas sakali badanku, tapi itu tidak berarti sama sekali dibandingkan kenikmatan yang baru kudapat. Keesokan harinya ketika aku hendak berangkat ke kantor, saat di depan warung Tante Ita, aku di panggil tante.


“Rokoknya sudah habis ya.., ntar malem beli lagi ya..?”, katanya penuh pengharapan, padahal pembeli sedang banyak-banyaknya, tapi mereka tidak tahu apa maksud perkataan Tante Ita tadi, akupun pergi ke kantor dengan sejuta ingatan kejadian kemarin malam. END

Related Posts

Seseorang Janda Gersang Ngajak Ngentot di Warung Karna Handuknya LepasTante Ita
4/ 5
Oleh